Ibnu Rusyd

1. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Rusyd, lahir di Cordoba (Spanyol) pada 520 H./1126 M dan wafat di Maroko pada 1198 M. Di Barat ia dikenal dengan nama Averoes. Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Ayah dan Kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai bakat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu seperti Kedokteran, Hukum, Matematika, dan Filsafat. Ilbu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja’far Harun dan Ibnu Baja. Masa hidupnya sebgaian di berikan untuk mengabdi sebagai Qadi (hakim) dan fisikiawan.

2. Karya-karya Ibnu Rusyd
1. Kitâb Fash al-Maqâl fî Mâ Bain al-Syarî`ah wa al-Hikmah min al-Ittishâl (Kaitan Filsafat dengan Syariat) yang isinya menguraikan adanya keselarasan antara agama dan akal karena keduanya adalah pemberian Tuhan.
2. Al-Kasyf ‘an Manâhij al-Adillah fî `Aqâid al-Millah (Menyingkap Berbagai Metode Argumentasi Ideologi Agama-agama) yang menjelasakan secara terinci masalah-masalah akidah yang dibahas oleh para filsuf dan teolog Islam.
3. Tahâfut al-Tahâfut (Kerancauan dalam Kitab Kerancauan karya al-Ghazâlî) yang kandungan isinya membela kaum filsuf dari tuduhan kafir sebagaimana dilontarkan al-Ghazali dalam bukunya Tahâfut al-Falâsifah (Kerancauan –Filsafat-filsafat– kaum Filosof).
4. Bidâyah al-Mujtahid (permulaan bagi Mujtahid). Buku ini merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam, di mana di dalamnya diuraikan pendapat Ibn Rusyd dengan mengemukakan pendapat-pendapat imam-imam mazhab.

3. Pandangan / Ajaran Ibnu Rusyd
Salah satu pandangan Ibnu Rusyd yang menonjol adalah teorinya tentang harmoni (perpaduan) agama dan filsafat. Ibnu Rusyd memberikan kesimpulan bahwa “Filsafat adalah saudara sekandung dan sesusuan dengan Agama”. Dengan kata lain, tak ada pertentangan antara wahyu dan akal; filsafat dan agama; para nabi dan Aristoteles, karena mereka semua datang dari asal yang sama. Ini didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an dan karakter filsafat sebagai ilmu yang dapat mengantarkan manusia kepada “pengetahuan yang lebih sempurna”.
Menurutnya , belajar filsafat dan berfilsafat itu sendiri tidak dilarang dalam agama Islam, bahkan al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam berisi banyak ayat yang menghimbau agar mempelajari filsafat. Untuk menghindari adaya pertentangan antara pendapat akal serta filsafat dan teks al-Qur’an, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa teks al-Qur’an itu hendaknya diberi interpretasi sedemikian rupa atau dilakukan takwil (pentafsiran). Takwil yang dimaksud adalah meninggalkan arti harfiah ayat dan mengambil arti majasinya (analogi).
Dalam kaitan kandungan Al-Quran ini, Rusyd membagi manusia kedalam tiga kelompok : awam, pendebat, dan ahli fikir. Kepada ahli awam Al-Quran tidak dapat ditakwilkan, karena mereka hanya dapat memahami isi Al-Quran secara tertulis. Demikian juga kepada kelompok pendebat, takwil sulit diterapkan. Takwil, secara tertulis dalam bentuk karya, hanya bisa diperuntukkan bagu kaum ahli fikir. Pemikirian rusyd tersebut dikenal sebagai teori Perpaduan Agama dan Filsafat.
Sementara menyangkut pemaknaan Al-Quran Rusyd berpendapat bahwa Al-Quran memiliki makna batin selain makna lahir. Menurut Ibn Rusyd hal itu disebabkan adanya keanekaragaman (pluralitas) kepasitas penalaran manusia dan perbedaan karakteristik mereka dalam menerima (pembuktian) kebenaran.

Berkaitan dengan penciptaan alam, Rusyd yang menganut Teori Kausalitas (Hukum Sebab-Akibat) berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam. Ada tiga dalil yang menjelaskan teori ini :
1. Dalil Inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kijadian di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atar ilmu dan kebijaksaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal fikirnya. Dalil ini pun yang akan membawa kepada pengetahuaan yang benar sesuai dengan ketentuan Al-Quran
2. Dalil Ikhtira’ yaitu asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya nampak jelas dalam gejal-gejala yang dimiliki makhluk hidup. Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Ini menunjukkan adanya pencipta yang mengatur kehidupan. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian ala mini.
3. Dalil gerak disebut juga dalil penggerak pertama yang diambil dari Aritoteles. Dalil tersebut mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda yaitu Tuhan.
Ibnu Rusyd pernah berpolemik hebat dengan Al Ghazali. Ketdaksepakatan Al Ghazali terhadap filssafat, hingga sampai mengkafirkan Rusyd, ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul Tahafutul Falasifah (Kerancuan Filsafat). Rusyd pun membalasnya dalam bukunya Tahafutut Tahaafut (Kerancuan dari Kerancuan)

Masalah yang mereka perdebatkan adalah masalah bangkitnya manusia setelah meninggal. Menurut Rusyd pembangkitan yang dimaksud adalah pembangkitan ruh bukan jasmani. Menurut Rusyd juga filsuf lainnya yang penting bagi manusia adalah jiwanya. Kebahagiaan dan ketenangan hakiki adalah kebahagiaan jiwa. Sedangkan menurut Al Ghazali kebangkitan kembali manusia tak hanya secara ruh, tapi juga jasmaninya.
Rusyd juga mengajari kita bagaimana membangun Rules of Dialogue dalam kaitan memahami ‘orang lain’ di luar kita. teorinya ini didasarkan pada tiga prinsip Epistemologi yaitu :
1. Keharusan untuk memahami ’yang lain’ dalam sistem referensinya sendiri. Dalam kasus ini terlihat dari penerapan metode aksimatik dalam menafsirkan diskursus filosofis ilmu-ilmu Yunani.
2. Dalam kaitan relasi kita dengan barat adalah prinsip menciptakan kembali hubungan yang subur antara dua kitib dengan mengedepankan hak untuk berbeda. Rusyd membela pendapat bahwa tidak ada kontradiksi antara kebenaran agama dan filsafat. Tapi terjadi harmoni diantara keduanya. Harmoni tidak sama dengan identik. Karena itu hak untuk berbeda harus dihargai.
3. Mengembangkan sikap toleransi. Rusyd menolak cara-cara Al Ghazalimenguliti para filosof tidak dengan tujuan mencari kebenaran. Terlepas dari perbedaan itu betapa pun Ibnu Rusyd telah mengajarkan kita prinsip dan nilai-nilai beragama yang rasional, toleran, dan ramah. Pengalaman dan pelajaran yang baik di masa lalu itu pula yang pernah mengantarkan kejayaan Islam di abad pertengahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKEMBANGAN MUSIK DARI ZAMAN KE ZAMAN

Psikologi Lintas Budaya